Penyimpanan blog

30 Desember 2008

D'masiv band

d’Masiv - Perubahan (2008)

D\'Masiv - Cinta Ini Membunuhku
Meski terbilang baru meramaikan blantika musik, tapi d’Masiv bukan band “kacangan” atau band yang rekaman karena ditopang modal besar. Mereka adalah band jawara ajang musik bergensi A Mild Live Wanted 2007. d’Masiv sebenarnya pernah bikin album lewat jalur indie yang dirilis tahun 2004 silam berjudul “Menuju Nirwana” yang terdengar kencang dengan genre rock progresif yang mereka usung saat itu.
Sudah haknya D’Masiv sebagai pemenang untuk merilis debut album dan awal 2008 ini adalah waktunya. Sebuah single medium rock berjudul “Cinta Ini Membunuhku” menjadi lagu jagoannya. Coba dengerin, intronya kok ngingeti sama lagunya My Chemical Romance yang “I Dont Love You“.

Tracklist:
d’Masiv - Perubahan - 01 - Cinta Ini Membunuhku
d’Masiv - Perubahan - 02 - Diam Tanpa Kata
d’Masiv - Perubahan - 03 - Merindukanmu
d’Masiv - Perubahan - 04 - Aku Percaya Kamu
d’Masiv - Perubahan - 05 - Dan Kamu
d’Masiv - Perubahan - 06 - Cinta Sampai Disini
d’Masiv - Perubahan - 07 - Sebelah Mata
d’Masiv - Perubahan - 08 - Dilema
d’Masiv - Perubahan - 09 - Ilfil (Manusia Tak Berharga)
d’Masiv - Perubahan - 10 - Tak Pernah Rela
d’Masiv - Perubahan - 11 - Luka Ku
d’Masiv - Perubahan - 12 - Di Antara Kalian

Prisa adinda

Siapa Prisa? Nama Prisa dikenal di kalangan gitaris karena ia memang gitaris, lebih khusus gitaris beraliran metal. Bersama Vendetta, grup band heavy metal-nya yang berawak empat cewek, Prisa ingin mewujudkan idealismenya bermain musik. Awak Vendetta, katanya, ditanggung high skilled. ”Aku yakin Vendetta bisa dijual ke luar negeri,” tegasnya.

Di komunitas sekaligus situs gitaris.com, Prisa dinobatkan menjadi Miss Gitaris.com gara-gara kerap menjadi juru bicara mewakili komunitas. Ia menjadi semacam ikon lantaran sebelum kemunculannya, anggota komunitas hanya berisi cowok dan cowok melulu.

Mengapa memilih metal? Musik yang dijuluki musik keras seperti cadas itu, buat Prisa, mengalirkan rasa tersendiri kala didengarkan. Hmm... bagaimana rasa itu? ”Kalau denger musiknya, adrenalin langsung naik. Ada sensasinya, jadi head bang deh. Bagi orang yang nggak suka, denger metal memang menderita,” katanya.

Menjadi gitaris band metal itu membanggakan. Boleh dibilang, gitaris cewek yang memainkan musik metal, serta memiliki grup band metal berpersonel cewek semua, belum ada di jagat ini. ”Kalau pas turun panggung, rasanya keren banget,” tutur pengidola antara lain band Lamb of God, Arch Enemy, Killswitch Engage, Children of Bodom, dan Spawn of Possession ini.

Mau tahu penampilan Prisa? Jangan bayangkan seorang cewek tomboi dengan gaya bicara ceplas-ceplos. Tutur katanya justru lembut, menjurus ke gemulai. Ketawanya pelan, seperti malu-malu. Kalimat demi kalimat mengalir pelan dan teratur, tidak tergesa-gesa. (Eh, tapi menurut kakaknya, Prita, Prisa itu kalau marah galak juga).

Saat diwawancara di rumahnya di daerah Warung Buncit, Prisa bercerita ia tengah menjalani perawatan kulit wajah sehingga sebisa mungkin menghindari tempaan sinar matahari. Karena kerap dibubuhi make-up, kulit wajahnya menjadi berjerawat. ”Lagi jelek nih,” katanya sambil menutup wajahnya. Padahal cantik lho.

Selera musik boleh metal, tapi penampilan tetap kalem. Hal yang prinsip buat Prisa adalah menghindari minuman beralkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang. ”Kalau biasanya orang rock atau metal itu pergaulannya bebas lalu minum minuman keras, aku enggak ambil gaya hidup itu,” tegasnya.

Sejak SMP

Prisa mengenal gitar ketika usia 14 tahun, sewaktu kelas II SMP. Mulanya Prisa hanya iseng meminjam gitar kopong kepunyaan teman, tetapi lantas mengasyikinya, hingga ia pun mengikuti kegiatan ekstrakurikuler musik di sekolah. Melihat semangat Prisa bermain gitar, kakaknya, Amir, menghadiahinya sebuah gitar pada ulang tahunnya yang ke-15.

Prisa juga belajar lewat buku berisi lagu-lagu yang dibubuhi chord, yang biasa dijual di kios kaki lima. Sampai pada suatu saat, ia minta orangtua mendaftarkannya kursus di Yamaha Music Indonesia. Di sana ia belajar gitar klasik selama dua tahun.

Pada usia 17 tahun, Prisa pindah menekuni gitar elektrik dan kursus di Farabi selama setahun, dilanjutkan kursus privat. ”Saat itu, aku mantap ingin menjadi gitaris beneran. Dan, belum jadi gitaris beneran kalau nggak pegang gitar elektrik,” ujarnya.

Gitar menjadi teman hidup Prisa. Ia makin aktif muncul di berbagai acara yang digelar komunitas underground dan band indie. Nge-jam bareng menjadi saat yang dinantikan. ”Aku merasa diterima sebagai bagian dari sebuah komunitas,” katanya.

Hidup dari musik

Lulus SMA, Prisa maunya kuliah di bidang musik, khususnya gitar. Namun, orangtua Prisa masih menyangsikan pilihan hidup putrinya. ”Ya kalau nggitar saja, duitnya kan angin-anginan,” jelasnya.

Prisa lantas kuliah di Fikom Universitas Moestopo, namun tak urung berhenti juga di semester IV. Pada akhirnya, orangtuanya mau mengerti dan menyerahkan pilihan kepada putrinya. ”Gitaris itu juga profesi, sama seperti pengacara. Aku nggak mau sekolahnya apa kok pekerjaannya beda,” terang Prisa.

Pada tahun 2005, sebelum mendirikan Vendetta, Prisa pernah membentuk grup, Zala, yang ngetop di kalangan underground. Bersama Zala, ia tidak hanya manggung di pentas metal underground, tetapi pernah diundang di ajang Java Jazz 2006.

Prisa sempat berintegrasi dengan band Dead Squad dan berpasangan dengan personel Andra & The Backbone, Stevie Item. Ia juga berkolaborasi dengan Eet Sjahranie, gitaris Edane, dan sempat dikontrak dua bulan menjadi gitaris tamu serta backing vocal grup Sheila On 7. Dengan band yang sedang melesat, J-Rock, ia pun berpadu.

Ya, memang masih kontrak-kontrak berskala tidak besar, tetapi Prisa yakin bisa hidup dari musik, bahkan indie sekalipun. Saat ini harga manggung Vendetta masih sekitar Rp 3 jutaan. ”Namun kami terus menaikkan harga,” katanya optimistis

Prisa adinda

Prisa saat ini melepas semua atributnya hanya untuk melambungkan dan makin melambungkan ketenarannya dengan menjual sisi lain dari dirinya untuk merubah image yang selama ini melekat (Miss Gitaris) band Metal dengan melakukan side project bersama rekan-rekannya di Morning Star dan sebelumnya tampil di muka umum dengan band Major Label J-Rock yang murni plagiat musik Japanese Rock (L’arc en Ciel) serta yang paling anehnya Prisa kembali tampil di bazzar SMUN 2 Bandung bersama grup band Metal Killed by Butterfly

Ada apakah gerangan?

Itulah konsistensi dan idealisme dalam hidup yang terkadang selalu digoda oleh hujaman keinginan sesaat dan semu demi untuk mencapai nilai ketenaran dan kekayaan yang semu juga. Dikenang sebagai musisi yang cerdas namun miskin dalam pencapaian hidup karena ‘menjual’ idealismenya dengan suatu hal yang belum tentu bernilai sama dengan idealisme awal.

Ironis memang, namun itulah wajah musik Indonesia dimana kalangan proletar (dalam konteks musik) hanya akan dijadikan batu loncatan untuk meniti karir musisi-musisi hedonis yang tidak akan pernah memahami ‘core’ musik dan sejarah komunitas itu dibentuk

So, Prisa secara gamblang saya katakan bahwa kekecewaan yang mendalam hadir dalam sanubari saya sebagai salah satu dari banyak orang ideal dan perfeksionis dalam dunia musik khususnya ‘underground’ bahwa musik bukanlah hanya sekedar ’style’ namun lebih bersifat ‘culture’ jadi -don’t be emo- apalagi jadi ‘poseur’

‘Culture’ bukanlah sesuatu hal yang dibuat dengan instan dan mudah karena lahir dari suatu pemikiran, kebiasaan dan kebebasan berekspresi

‘Cuture’ lebih bersifat tematik dan disilusionis karena akan betul-betul membentuk jati diri dan kepribadian kita sebagai manusia.

Saat ini hanya Prisa yang menjadi perhatian saya karena ia masih muda dan masih bisa merubah idealismenya kembali menjadi ikon Metal khususnya untuk kaum Hawa’ namun semuanya saya kembalikan kepada pribadinya